Flying Without Wings

Suatu saat nanti, untuk bisa melihat keadaan suatu tempat di manapun di muka Bumi, Anda tak perlu lagi beranjak dari tempat duduk Anda. Dari tempat Anda duduk, Anda tiba-tiba bisa berada di Alun-alun kota kelahiran Anda; dan di titik itulah Anda bisa melihat detil bangunan Masjid Raya di depan Anda, atau gedung kantor pos yang tak jauh di sebelahnya, atau jalan raya berikut kendaraan dan orang-orang yang sedang berlalu lalang di depan Alun-alun.

Di titik di mana Anda seakan berada itu, Anda juga seakan berada di kubah raksasa yang penuh citra dengan objek 3D yang bisa Anda rasakan kedalamannya. Namun begitu, berbeda dengan dunia nyata yang sebenarnya, apa yang Anda lihat adalah replika dari sumber aslinya, ditambah dengan berbagai tanda berupa tulisan maupun simbol. Tanda-tanda yang bertebaran dan menempel di bangunan, pohon, toko-toko itu adalah informasi tambahan yang melengkapi citra. Bahkan versi sempurnanya, orang-orang yang lalu lalang akan disertai ikon yang bisa Anda klik untuk mengetahui identitas ringkas sang subjek. Itulah augmented reality.

Menariknya, kelak ketika aplikasi ini sudah ada, Anda melihat semua itu seakan nyata karena citra yang tampak memang bersumber dari kondisi nyatanya. Bukan hanya itu; Anda bisa melihat ke segala arah dalam format 360 yang berarti ke manapun Anda menolehkan kepala maka mata Anda akan menangkap citra apapun yang sedang berlangsung di sana. Saat Anda seakan-akan berada di sana, apapun yang Anda lihat memang sedang berlangsung secara real-time, atau setidaknya tertunda beberapa menit dari kejadian langsungnya.

Aplikasi ini bisa dimanfaatkan untuk tujuan menyelidiki lokasi-lokasi terpencil di Bumi yang membutuhkan biaya sangat besar jika dilakukan secara konvensional, untuk mendata hewan maupun tumbuhan di hutan belantara, untuk mencegah terjadinya perang karena semua pihak memiliki kekuatan informasi yang nyaris setara, untuk menyelidiki kasus-kasus kriminal dan menjadi alat bukti terjadinya suatu peristiwa, dan bisa juga sebagai sarana untuk berekreasi, flying without wings.

“Masa Depan tertanam di hari ini,” demikian kata John Naisbitt. Hari ini sudah hadir aplikasi Google Street yang meskipun masih 2D namun sudah bisa menampilkan format 360. Google Street bisa menjadi cikal-bakal dari aplikasi Augmented Reality yang kita bicarakan di atas.

Namun begitu, John Naisbitt juga berkata, “Apa yang kita pikirkan akan terjadi, selalu terjadi lebih lambat.” Dan itu berarti bahwa Anda yang saya maksud di sini, yang saya ajak bicara sejak tadi, bisa jadi bukan Anda yang saat ini sedang membaca pesan ini. Anda cukup tahu saja bahwa hal ini mungkin terjadi pada saatnya nanti.

Bandar Lampung, 27 Mei 2019

Spiritualitas Pemain Game

SPIRITUALITAS PEMAIN GAME

Orang yang hidupnya seimbang ibarat ia sedang main sebuah game yang ada di komputer; ia serius memerankan peran yang dimainkannya di dalam game namun tetap sadar bahwa dirinya yang sejati bukanlah yang berada di dalam game melainkan yang duduk memegang stik di depan monitor. Ia tak mengabaikan semua aturan main game, mencari solusi dari setiap tantangan yang dihadapinya di dalam permainan tersebu. Ia peduli dengan permainannya namun pada saat yang sama ia tetap sadar bahwa peran yang dimainkannya di dalam game hanyalah sementara dan pada waktunya akan berakhir juga. Ia sadar bahwa diri sejatinya bukanlah tokoh yang diperankannya di dalam game. Gamer seperti ini adalah analogi dari seseorang yang hidupnya seimbang antara spiritualitas dan materialistis.

Orang-orang yang hanya peduli pada sisi material dan mengabaikan sisi spiritualnya ibarat pemain game yang tenggelam dalam permainan game di komputer sampai-sampai lupa terhadap dirinya yang sejati. Ia lupa bahwa dirinya yang sejati adalah yang sedang duduk memegang stik di depan monitor. Ia menyangka bahwa realitas di dalam game itulah yang nyata. Ketika listrik padam, komputer mati, game selesai tiba-tiba, atau saat game over; saat itulah ia mendapati bahwa diri sejatinya bukanlah apa yang selama ini diperankannya di dalam game tersebut. Kesenangan sementara dalam permainan membuatnya terlena. Ia lupa makan, lupa diri, dan lupa diri sejatinya, yang ia pedulikan hanya tokoh yang diperankannya di dalam game.Kelak orang-orang yang hanya peduli pada sisi material akan kecewa ketika menyadari bahwa selama ini waktunya habis hanya untuk permainan dan dirinya yang sejati tidak mendapatkan apa-apa.

Sebaliknya, orang-orang yang hanya peduli pada sisi spiritual, dan mengabaikan sisi materialnya, ibarat pemain game di komputer yang ogah-ogahan dalam bermain. Bisa jadi ia tidak menguasai aturan main game tersebut. Ia terlalu sadar bahwa dirinya bukanlah tokoh yang sedang diperankannya di dalam komputer itu melainkan yang sedang duduk memegang stik di depan monitor. Ia tahu bahwa realitas di dalam game itu tidak nyata. Maka ia sering kalah ketika bermain, ia akan menyingkir di tepian, naik ke atas gunung menghindari permasalahan, atau masuk ke dalam gua untuk menghindari kontak dengan tokoh-tokoh game lainnya, atau diam tak melakukan apapun sampai listrik padam dan game berakhir. Mereka yang hanya peduli pada sisi spiritual tidak akan punya peran penting di dalam permainan. Kesadarannya pada dirinya yang sejati telah mengabaikannya dari tugas dan misi menuntaskan permainan. Meskipun diri sejatinya tidak rugi namun jelas sekali bahwa ia telah gagal memerankan peran penting dalam permainan tersebut.

Semua orang yang dihadirkan Tuhan di atas panggung kehidupan yang penuh sandiwara ini ibarat para pemain game tersebut. Saran bagi para pemain game tersebut adalah jadilah pemain game yang handal, kuasai aturan mainnya, tuntaskan misinya, namun jangan lupakan bahwa diri sejati Anda bukanlah tokoh di dalam game, melainkan yang sedang duduk memegang stik di depan komputer. Seimbangkanlah sisi spiritual dengan sisi material Anda. Jangan terlalu condong pada satu sisi dengan mengabaikan sisi yang satunya lagi. Jangan terlalu tenggelam dalam permainan dan juga jangan mengabaikan permainan. Mereka yang menyeimbangkan keduanya adlah orang-orang yang akan memenangkan permainan game, merasakan kesenangan dalam hidupnya, namun diri sejatinya tetap ia perhatikan dan tidak lupa memberinya makan.

Teroris Tidak Beragama

Mengatakan bahwa “teroris tidak beragama” bukanlah dalam rangka melindungi reputasi agama, melainkan memang demikian adanya bahwa mereka memang tidak beragama dalam arti sebenarnya. Sebaliknya, menganggap pelaku teroris beragama sama dengan membenarkan bahwa sekte yang mereka anut memiliki ajaran yang sesuai dengan ajaran agama, padahal ajaran mereka sesat dan tidak diakui dalam agama. Jadi mengatakan bahwa “teroris bukan orang beragama” atau tegas mengatakan bahwa “teroris bukan orang Islam,” justru menegaskan bahwa sekte yang ajarannya mereka anut sama sekali tidak benar dan tidak mencerminkan agama yang diakuinya dalam KTP. Bagi saya, meskipun KTP mereka tertulis Islam, mereka bukan orang Islam dan saya tak sudi memiliki saudara muslim seperti mereka, karena mereka bukan beragama Islam atau bahkan sama sekali tidak beragama.

Provokasi Psikologis

Secara psikologis, penonton Indonesia lebih mudah dipengaruhi oleh iklan yang di dalamnya memuat kata ‘Jepang’. Paling tidak demikianlah yang dipandang oleh para produsen, atau tim kreatif di balik iklan-iklan produk yang ditayangkan di televisi.

Di Indonesia ada bermacam-macam teh, namun minumlah produk kami sebab “yang ini teh Jepang”. Bahan baku beras juga banyak di Indonesia, tapi produk bedak kami “berbahan baku beras Jepang”. Sabun mandi agar tampak bagus, meskipun diproduksi di dalam negeri, berilah nama Jepang. Bahkan air minum harus pula air minum yang berteknologi Jepang, jika tidak itu hanya air minum biasa bukan yang luar biasa. Kecuali rumput Jepang, semua embel-embel Jepang di atas mengandung provokasi psikologis.

Yang paling latah di antara semuanya adalah yang suka berseru ‘Ganbate!’, seakan-akan di Indonesia tak pernah dikenal istilah ‘Ayo!’ atau ‘Semangat!’ atau ‘Bangkit!’ dll.

Momen Keabadian

Saat setetes air hujan jatuh dari angkasa, pada momen tertentu, ia terjebak di antara langit dan bumi; menggelantung beku di tempatnya dan sunyi. Air itu berhenti, diam tak ke mana-mana, abadi. Itulah saat kesadaran manusia berhasil menangkap serpihan penampakan dunia. Pada momen ketika manusia berhasil menyadarinya, pada saat yang sama ia pun membeku dalam keabadian, utuh dalam satu satuan waktu.

Bahwa seluruh serpihan diciptakan Tuhan dan Dia senantiasa mengabadikan setiap momen yang terjadi, itulah kenapa sesuatu terjadi untuk abadi, sejak terjadi. Apapun yang terjadi, terjadi untuk abadi.

Alangkah indahnya jika manusia berhasil menyadari bahwa keabadian telah dimulai sejak hari ini; bahwa keabadian telah, masih, dan sedang berlangsung dari waktu ke waktu. Bahwa sesungguhnya dunia dan seluruh momen penampakannya terliputi oleh keabadian Tuhan.

Buku, Foto, dan Hujan

Apakah mesin waktu benar-benar ada? Jika yang dimaksud mesin waktu adalah mesin yang bisa dikendarai manusia untuk menjelajah waktu, maka jawabannya adalah mesin waktu tidak benar-benar ada. Mesin waktu hanyalah imajinasi alias fiksi.

Namun jika yang dimaksud mesin waktu adalah sesuatu yang bisa melampaui waktu, maka jawabannya adalah hal seperti itu dimungkinkan. Buku adalah salah satunya.

Buku bisa melampaui waktu dan bisa dibaca oleh pembaca pada zaman yang berbeda dengan zaman ketika ia ditulis. Ketika seorang penulis menulis sesuatu dan menerbitkannya dalam bentuk buku, maka ia telah mewariskan kepada dunia tulisannya untuk waktu jangka panjang.

Hari ini kita masih bisa membaca buku yang ditulis oleh para penulis di masa lampau. Buku memungkinkan ide seseorang melintasi waktu dan melampaui batas kehidupan penulisnya.

Foto dan karya sejenisnya, misalnya film dan lukisan, juga bisa dianggap sebagai mesin waktu. Foto mirip lukisan. Orang yang memotret dengan kamera berarti melukis dengan cahaya.

Memotret adalah mengabadikan momen yang terjadi pada suatu saat. Momen yang difoto berarti momen yang diabadikan untuk bisa dilihat oleh siapapun di masa depan, melampaui waktu pemotretnya. Foto adalah mesin waktu yang mengabadikan momen.

Satu lagi mungkin hujan. Kenapa mungkin? Karena ini masih bisa diperdebatkan. Hujan dikatakan sebagai mesin waktu lantaran ia selalu berhasil menstimulasi manusia untuk mengenang masa lalu.

Dikarenakan suara hujan selalu sama dari waktu ke waktu, hal ini mengesankan kepada manusia bahwa hujan yang baru saja terjadi bagaikan hujan yang dulu pernah ia alami, padahal waktunya berbeda. Kesan yang muncul ini pada akhirnya menstimulasi pikiran manusia untuk mengakses kenangannya di masa lampau. Karena itulah, hujan seringkali berhasil menjadi sarana bagi manusia untuk menghadirkan kembali peristiwa yang terjadi di masa lampau.